Manusia hidup dari sejak ia bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa hingga menjadi tua. Orang tua adalah sosok orang yang melahirkan kita. Secara harfiah orang tua berarti orang yang sudah tua atau lebih tua dari kita dan jika sudah tua berarti seharusnya orang tersebut sudah mengalami proses pendewasaan dan menjadi seorang yang dewasa.

Namun sayang, orang tua tidak selamanya sudah dewasa. Kenapa gue bisa bilang begini? Okey, biar gue berikan contoh kasusnya. Banyak kasus dimana orang tua (khususnya ayah) tidak bekerja dan menelantarkan keluarganya. Menurut gue sifat tersebut bukan sifat orang dewasa yang selama ini gue kenal penuh dengan tanggung jawab. Dan ini yang terjadi di kehidupan gue sendiri.
Semenjak masih kecil sampai gue seperti ini, gue selalu melihat kalau sosok ayah disebuah film pasti merupakan sosok ksatria yang penuh dengan tanggung jawab dan berusaha melindungi keluarganya atau bahkan berusaha membahagiakan keluarganya. Sayang itu cuma ada di film. Di kehidupan nyata gue? Nol besar. Gue terlahir dari sosok ayah yang keras, egois dan cenderung tidak berperasaan. Sarkas? Ya memang. Tapi memang demikian adanya. Sebagai contoh, jika kita melihat di film-film sosok ayah sering mengantarkan anaknya pergi ke sekolah maka hal tersebut hanya mimpi di kehidupan gue. Sejak gue TK sampai gue kuliah mungkin hanya hitungan jari tangan saja bokap (ayah) nganterin gue ke sekolah. Sejak kecil gue udah dititipin ke jemputan, disaat SMA gue mulai naik motor sendiri dan kuliah gue bahkan harus naik kereta/pesawat sendiri buat pulang pergi Jakarta-Malang setiap beberapa bulan sekali. Jadi dimanakah peran ayah di kehidupan gue? Mencari nafkah? Nyokap (ibu) gue bahkan juga mencari nafkah dan tetap berusaha mengurus keluarga.

Okey cukup menyindir orang tua gue sendiri. Di keluarga gue bahkan ada sosok ayah yang tidak bekerja dengan dalih mengurus ibunya yang tinggal sendiri dan berusaha terlihat bersahaja dengan mengorbankan seluruh waktunya untuk sang ibu. Salah? Tidak, tidak sepenuhnya salah. Tapi tahukah kalian apa yang ada dihati kecil orang tersebut? Orang tersebut bahkan tidak ikhlas melakukan hal tersebut dan ingin bekerja untuk kepuasan duniawinya sendiri. Kabar terakhir yang gue denger orang tersebut bahkan memaki ibunya yang sudah lama dirawatnya.


Jadi apakah orang-orang tersebut bisa dikatakan orang tua yang dewasa dan bertanggung jawab? Ataukah hanya tua bangsat yang memiliki otak sekecil bangsat (kutu) sampai tidak memliki logika untuk menjadi dewasa dan bertanggung jawab? Silahkan berikan opinimu sendiri. Selamat Hari Ayah!
Malam itu Kota Batu sangat ramai, sudah bukan pemandangan yang langka dimana setiap malam minggu batu selalu dibanjiri pengunjung. Cuaca yang dingin membuatku harus menggunakan jaket tebal dan malam itu aku bersama teman-temanku datang ke salah satu tempat yang pasti dikunjungi oleh semua wisatawan untuk sekedar duduk bersantai sambil menikmati ketan dengan aneka rasa. Tapi sebentar, ada salah satu pemandangan yang tak biasa kala itu, aku melihat sebuah panggung ditengah jalan ditambah kerumunan orang yang melingkar seperti ada sesuatu yang menarik. Sinar lampu blitz kamera pun menjadi pemandangan yang tak lumrah di kerumunan itu. Aku berusaha mendekat dan mencari tahu apa yang sedang terjadi, ketika aku memasuki kerumunan tersebut ternyata ada salah satu calon presiden yang sedang berkampanye dan menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu warung ketan yang sangat terkenal di batu malam itu. Dan aku juga berada di warung yang sama.

Kejadian itu tidak membuat aku dan teman-temanku diam dan cuek dengan apa yang terjadi temanku langsung mengambil kamera SLR yang dibawanya untuk sekedar mengabadikan momen bersama calon presiden tersebut, maklum sangat jarang seorang calon presiden bisa datang dan berada dikerumunan masyarakat seperti kami tanpa pengawalan yang ketat. Dan temanku berhasil mendapatkan foto tersebut.

 ***

Hari ini tanggal 20 oktober tahun 2014. Sudah saatnya pelantikan tersebut terjadi dan dihari ini Indonesia punya presiden baru. Aku rasa mulai keesokan harinya banyak sekolah-sekolah dan instansi-instansi yang mulai berusaha berburu foto presiden dan wakil presiden baru di negeri ini. Sebuah harapan baru jelas berada dipundak presiden baru, maklum baru sekali ini Indonesia punya presiden dengan latar belakang yang agak berbeda dari presiden lainnya. Jika sebelum-sebelumnya presiden indonesia berasal dari TNI atau keluarga-keluarga ningrat lainnya kali ini presiden indonesia berasal dari masyarakat sipil yang pernah merasakan kerasnya kehidupan bantaran kali. Well, nasib dan takdir manusia memang tidak ada yang tahu, tapi percayalah harapan akan tetap ada. Maka jangan berhenti bermimpi!


Selamat bekerja presidenku!
Secangkir kopi susu hangat menemaniku malam itu. Secangkir kopi, sebuah kenikmatan yang sudah lama kurindukan, maklum penyakitku ini membuat lambungku tidak toleran terhadap minuman berkafein seperti kopi, tapi untuk malam itu aku melawan, aku tidak mau dikalahkan oleh penyakit.

Malam semakin gelap, bulan semakin menyala dan terlihat bulat sekali malam itu dan aku masih memikirkan hal, atau mungkin lebih tepat disebut seseorang, yang sama malam itu. Memandangi bulan adalah salah satu caraku untuk berkomunikasi dengan Sang Maha Pencipta sambil mengagumi keindahannya yang paling sederhana yaitu langit malam yang cerah. Bulan seakan ingin mengajakku untuk datang kesana dan menyapa seseorang yang aku rindukan meskipun hanya melambaikan tangan sambil berkata “hai” kepadanya. Ah suasana yang begitu syahdu malam itu, aku bahkan tidak ingin cepat-cepat beranjak malam itu, aku ingin lebih lama bisa merasakan menyapa seseorang yang aku rindukan. Tapi apa daya, tubuhku tidaklah sekuat Silvester Stallone, angin malam bahkan bisa membuatku sakit hingga berhari-hari lamanya.

Berbaring di ranjang bukan berarti aku berhenti memikirkan hal tersebut. Aku masih tertuju pada langit-langit kamarku, yang kebetulan tersedia kaca untuk memandangi langit malam, merindukan seseorang yang sudah lama menemaniku. Aku tahu merindu bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh setiap pasangan, tapi tanpa merindu aku seperti tidak merasakan sensasi dari sebuah cinta. Malam itu rinduku sudah luar biasa memuncak, aku hanya bisa berdoa untuk sebuah kebaikan.

Aku tidak pernah mengerti kenapa aku suka merasakan hal ini. Buatku merindu adalah suatu yang candu sangat menarik. Aku bisa mengatakan menarik karena aku merasa hidupku sangat datar jika tidak merindu dan malam itu aku berhasil merindu. Aku mengerti kenapa elektrokardiogram yang menunjukkan garis datar mengartikan kalau si pasien sudah tiada, karena menurutku itu sama dengan kehidupan. Ketika aku merasa kehidupanku datar maka aku merasa sudah tiada, namun ketika aku merasa kehidupanku mulai naik turun disaat itulah aku merasa hidup. Merindu membuatku merasa hidup.


Merindu, aku seakan tidak bisa berhenti merindu. Aku bahkan tidak ingin menghindari merindu, karena aku tahu setelah aku merindu sebuah pertemuan akan terasa lebih bermakna dan berharga. Merindu, ah aku suka merindu.
Jujur aja ketika gue sekolah SD dulu gue sering banget yang namanya males masuk sekolah. Wajar aja sebab ketika umur gue masih 8 tahun, gue diharuskan buat bangun jam setengah 5 pagi dan pulang sekolah jam 3 sore setiap harinya karena sekolah gue yang jauh jaraknya dari rumah dan punya jam belajar yang lama. Yang ada dipikiran gue saat itu adalah "enak ya temen-temen gue bisa berangkat siang pulang sore setiap harinya".

Lalu kemudian gue beranjak dewasa dan mulai paham tentang kualitas suatu pendidikan. Gue juga mulai paham kenapa orang tua gue rela ngeliat anaknya harus bangun subuh dan pulang ba'da ashar demi mendapatkan kualitas pendidikan yang terbaik. Sekarang gue berfikir "Alhamdulillah, untung dulu orang tua gue nyekolahin gue ditempat terbaik sampe gue bisa jadi kayak begini sekarang".

Apa yang mau gue ceritain disini bukan semata-mata tentang kualitas pendidikan, tapi tentang bagaimana semangat seseorang dalam mendapatkan pendidikan. Kira-kira sekitar sebulan yang lalu, gue lagi dikejar deadline tugas gila-gilaan yang mengharuskan gue buat ngeprint tugas ditempat baru yang bukan langganan gue (karena printer gue rusak, waktu itu udah tengah malem dan tempat langganan gue udah tutup). Gue bersyukur bisa nemuin tempat yang relatif deket dari kontrakan gue dan masih buka waktu itu. Ketika gue masukin flesdis ke komputer di tempat itu, seketika mood gue ancur berantakan. Ternyata komputer itu penuh virus dan semua data gue kena virus. Alhamdulillah gue bisa tetep ngeprint dengan adanya virus-virus di flesdis gue biarpun tetep ada perasaan dongkol karena gue mesti scan flesdis gue lagi dan ada kemungkinan data-data penting di flesdis itu bakal lenyap.

Singkat cerita setelah gue berhasil ngeprint ditempat tersebut gue memutuskan buat service printer gue yang rusak karena gue gakmau kejadian virus itu keulang lagi. Gue mesti rela uang 300 ribu keluar demi kelancaran tugas-tugas gue dan gak perlu kena virus di tempat itu lagi.

Tapi kayaknya takdir mengharuskan gue ketempat itu lagi, tapi beruntung kali ini gue gak ngeprint tapi ngejilid makalah ke tempat itu. Disaat gue nyerahin makalah gue buat dijilid gue liat ada seorang bapak yang umurnya sekitar 30an lagi ngeprint di tempat itu. Pas gue liat dia ngeprint gue pengen banget ngingetin kalo ada virus di komputernya tapi semua udah terlambat ketika dia udah nyolokin flesdisnya dan ngeprint datanya. Ketika gue liat data yang dia print, ternyata dia ngeprint makalah juga kayak gue dan dia ternyata masih S1 di salah satu universitas swasta deket kontrakan gue. Dan seketika gue pun termenung.

Sosok bapak itu bener-bener ngingetin gue sama bokap gue yang gak pernah nyerah buat ngejar gelar sampe baru wisuda sarjana ketika gue udah SMA dan sebentar lagi mau kuliah. Bokap gue bukan orang yang males, kuliahnya terhambat karena dia sebelumnya cuma lulusan diploma lalu memutuskan buat fokus ke kerjaannya sampe akhirnya dia mutusin buat ngelanjutin kuliah dan baru lulus sarjana diumur yang memasuki kepala 4. Buat gue itu lebih keren daripada kuliah dengan predikat lulusan termuda atau bahkan tercepat yakni 3,5 tahun diusia yang masih muda.

Kejadian itu bener-bener buat gue nyesel sama apa yang udah gue lakuin selama ini dimana gue pernah ngeluh tentang sekolah gue yang jaraknya jauh, males ngerjain tugas dari dosen dan lain sebagainya. Sementara bokap gue dengan umurnya yang udah kepala 4 berani nerusin pendidikannya demi gelar yang dia idam-idamkan atau contoh bapak-bapak tadi yang rela flesdisnya kena virus demi ngeprint makalah yang seharusnya diumurnya itu dia udah sibuk ngurusin anak-anaknya. Bener-bener pelajaran berharga yang berawal dari virus komputer.
Kali ini gue mau bahas soal rokok nih, pembahasan yang menurut gue penuh pro kontra dan kalau dibahas dalam debat mungkin gak bakalan selesai tiga kali puasa tiga kali lebaran. Gue sendiri ngerokok semenjak kuliah ya biarpun belakangan lagi berusaha berenti dan mulai sadar efek dari rokok di badan gue. Gue sendiri heran kenapa rokok harus dijadikan kambing hitam dari semua permasalahan. Misal, kalo ada pasangan yang si cewek gak suka rokok dan ternyata baru tau kalo si cowok ngerokok gue jamin pasti si cewek bakal ngambek tujuh turunan atau bisa jadi diputusin cuma gara-gara rokok. Atau contoh sebaliknya misalkan ada cewek ngerokok, pasti kebanyakan orang menjudge negatif cewek itu. Gue bingung, sebenernya apa sih salahnya rokok? Dia kan cuma lintingan rempah-rempah kering yang dibakar terus dihisap (biarpun hasil penelitian menunjukkan kalau rokok itu beracun).

Di Indonesia sendiri tingkat perokok udah banyak banget, bahkan kalo misalkan disurvei buat ngebandingin lebih banyak mana cowok perokok aktif sama perokok pasif pasti kebanyakan perokok aktif. Dan lebih mirisnya lagi, banyak perokok masih dari kalangan dibawah umur yang seharusnya mereka masih ngemutin permen atau bahkan nete sama emaknya tiap pulang sekolah. Jadi siapa yang salah? Orang tua kah? Atau pemerintah yang membebaskan penjualan rokok di Indonesia? Kalau mau ditentukan siapa yang salah menurut gue semua pihak salah termasuk si anak yang merokok itu. Terlalu naif kalau kita menyalahkan orang tua dan pemerintah tanpa menyalahkan si pelaku itu sendiri.

Oke stop pembahasan bocah-bocah yang ngerokok, gue sendiri bukan tipe orang yang mengkambing hitamkan rokok dan menganggap rokok sebagai sesuatu yang sepenuhnya dosa dan haram (selama belum adanya fatwa dari MUI). Menurut gue selain punya dampak negatif, rokok juga punya dampak positif. Gak percaya? Oke gue bakal jabarin kenapa menurut gue rokok punya dampak positif.

Pertama, rokok menghidupi ratusan ribu bahkan jutaan buruh. Udah gakbisa dibantah lagi kalau industri rokok di Indonesia ini udah jadi Industri besar. Banyak tenaga kerja yang diserap dari industri yang satu ini dan kalau pada akhirnya rokok di musnahkan secara perlahan mau dikemanakan ratusan ribu bahkan jutaan buruh tersebut?

Kedua, rokok merupakan salah satu industri penyumbang pajak terbesar. Selain tambang, industri rokok juga dikenakan pajak yang sangat tinggi maka dari itu pemerintah masih belum berani mengambil langkah pasti buat menghapuskan atau mengharamkan rokok di Indonesia.

Ketiga, rokok bisa menjadi ciri khas negara Indonesia. Kenapa gue bilang ciri khas? Karena sebagian orang diluar negeri udah mengakui kalo rokok di Indonesia (khususnya kretek) itu punya cita rasa yang tinggi dibandingkan rokok yang mereka buat. Coba bayangkan kalo industri rokok lebih dikembangkan, bukan tidak mungkin Indonesia bisa ngalahin popularitas Brazil yang terkenal dengan industri kopinya.

Keempat, banyak petani tembakau yang bergantung pada industri rokok. Kalau ini gue bahas dari sektor pertaniannya. Petani tembakau itu bergantung banget sama industri rokok, karena industri rokoklah mereka memilih jadi petani tembakau ketimbang yang lainnya. Bayangkan bagaimana nasib para petani kalau industri rokok dimatikan?

Oke cukup penjelasan dampak positifnya. Gue sendiri agak prihatin ngeliat industri rokok belakangan ini. Kalo lo baca berita mungkin lo tau kabar kalo salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia menutup beberapa pabrik rokoknya (khususnya kretek). Gue ngerasa pemerintah seakan-akan berusaha mematikan industri yang menghidupi banyak orang ini secara perlahan. Bahkan di Bandung sendiri akan dibuat peraturan dilarangnya iklan rokok dikota tersebut. Well, gue tau rokok itu gak baik buat kesehatan, tapi kalo industri rokok mati bukannya menambah pengangguran dan meningkatkan kejahatan ya? Dilema besar memang. Menurut gue daripada perlahan mematikan industri rokok, pemerintah sebaiknya lebih merubah pola pikir masyarakat tentang rokok dan lebih menjelaskan kepada masyarakat apa aja dampak dari rokok. Mengubah pola pikir gue rasa lebih baik ketimbang mematikan industri rokoknya.

Tujuan gue ngejelasin itu semua BUKAN berarti menganjurkan semua orang untuk merokok. Menurut gue pilihan untuk merokok itu ada di tangan kalian semua, di belakang bungkus rokok udah ditulis kok apa-apa yang bisa terjadi kalau kita merokok. Jadi, jangan lagi kita kambing hitamkan rokok. Selamat Hari Bebas Tembakau Sedunia!
Semua orang yang punya pasangan pasti selalu berharap kalau pasangannya selalu ada didekatnya, bahkan kalo bisa selalu nempel disebelahnya sampe gak bisa dilepasin. Dan ketika pasangan tersebut harus menjalani LDR karena satu atau lain halnya pasti mereka bakal ngerasa sedih atau bahkan yg lebih ekstrim berantem lalu kemudian putus karena gak berani buat ngambil keputusan LDR.

Gue juga pernah ngerasain hal itu. Disaat dulu gue punya pasangan yang awalnya satu kelas pas SMA lalu tahun berikutnya beda kelas, itupun udah berasa kayak LDR, biarpun jarak kelas gue dan dia cuma beberapa meter. Tapi belom berenti sampe situ, disaat kita lulus dan lanjut buat kuliah LDR yang sesungguhnya baru terjadi dan jaraknya lumayan jauh juga dari Timur pulau Jawa dan Barat Pulau Jawa. And guess what happened? Hubungan itu akhirnya gagal. Mungkin kalau ada penelitian dari 100 pasangan yang menjalani LDR 98 pasangan tersebut gagal dan sisanya berhasil, salah satu pasangan yang gagal tersebut adalah gue. Makanya kebanyakan pasangan menganggap LDR itu seperti mimpi buruk disaat kita mimpi buruk sambil mimpi basah.

Tapi selama gue menjalani LDR ada beberapa hikmah yang gue dapet, bahkan melebih hikmah kultum penuh iklan sebelum adzan maghrib bulan puasa. Meskipun gue gagal dalam LDR tapi selalu ada pelajaran yang bisa gue dapet tentang bagaimana rasanya LDR, lalu bagaimana memepertahankan LDR, dsb. Berikut ini beberapa hikmah yang gue dapet selama gue ngejalanin LDR dulu.

Pertama, disaat kita LDR maka sifat asli pasangan kita akan terlihat. Ini yang bener-bener gue rasain dulu. Disaat kita sering ketemuan atau bahkan ketemuan setiap hari mungkin pasangan kita akan berusaha menunjukkan sifat terbaik mereka ke pasangannya, atau bahkan bohong terhadap karakter aslinya sendiri demi menunjukkan ke pasangannya kalau dia yang terbaik. Well, gue gakmau nyalahin orang yang kayak gini, toh tujuannya emang positif yaitu berusaha menjadi yang terbaik buat pasangannya meskipun dia gak menjadi dirinya sendiri. Tapi, disaat menjalani LDR pasti bakal kerasa sifat asli dari pasangan kita, keburukan yang selama ini ditutupi oleh kebaikan pasti bakal kebuka pelan-pelan atau bisa jadi kebaikan yang tertutup oleh keburukan juga bisa kebuka pelan-pelan.

Kedua, disaat kita LDR maka kesabaran pasangan kita bakal diuji. Ini juga bakal terlihat kalau misalkan pasangan kita bukan orang yang sabar buat nunggu ketemu sama pasangannya mungkin doi bakalan ngeluarin 1001 alasan buat yang namanya mutusin pasangannya. Bahkan ada yang lebih ekstrim yaitu nikung pasangannya yang nun jauh disana dengan dalih, dia temen aku dia emang pernah bilang suka aku tapi aku nanggepinnya biasa-biasa aja. Dengan LDR maka kesabaran pasangan lo bakal terlihat apakah dia orang yang sabar atau orang yang pura-pura sabar lalu mencari orang lain buat ngelupain orang yang nun jauh disana.

Ketiga, disaat kita LDR maka kondisi keuangan pasangan kita bakal terlihat. Ini mungkin agak berbau matrealistis ya tapi kenyataannya begini. Kadang disaat pasangan itu deket-deketan mereka akan tertutup dengan kondisi keuangannya dan biasanya bilang "tenang aku ada uang kok hari ini nanti biar aku yang traktir nonton, makan, minum, parkir, ke kamar mandi, beli shampoo, beli underwear, beli lipstik, dll.". Tapi disaat LDR semua bakal berubah, orang yang biasanya bilang begitu bisa jadi bilang "maaf ya sayang aku lagi gak ada pulsa besok aku telpon pake telpon umum di deket stasiun ya". Iya, disaat LDR pasangan yang merantau biasanya akan terbebani biaya hidupnya buat makan, bayar kos, ngerjain tugas, ngegaul sama temen-temennya, dll sampe akhirnya terlihat bokek didepan pasangannya.

Keempat, disaat kita LDR maka disaat ketemuan bakalan terlihat siapa yang bisa nahan nafsu siapa yang gak tahan godaan. Gak usah munafik lah disaat kita gak ngejalanin LDR kita bisa tiap hari mesra-mesraan sama pasangan kita  dan bisa gak kenal waktu bahkan sampe 3 X sehari sebelum dan setelah makan. Tapi disaat LDR pasangan yang biasanya selalu ada disaat kita butuh pelukan bakalan digantikan oleh guling buluk kosan yang sarungnya gak diganti tiga kali puasa tiga kali lebaran dan rasa kangen itu bakalan muncak sampe kita kalap. Dan disaat ketemuan biasanya rasa kangen yang gak tertahan itu bakal diekspresikan sepuas mungkin dan terlihat siapa yang bisa menahan nafsunya siapa yang gak kuat sampe kebablasan.

Kelima, disaat kita LDR maka bakal keliatan siapa yang bener-bener setia. Nah ini poin paling penting dari semua hikmah yang ada. Disaat kita gak ngejalanin LDR mungkin pasangan kita bisa selalu ada buat ngegombal kalau dia paling setia dan gak bakalan pindah ke lain hati. Tapi disaat LDR godaannya bakalan makin besar. Si doi bisa aja kepincut orang lain yang ada dideket dia dan bisa ketemu setiap hari. Dan disaat LDR bakal keliatan siapa yang bener-bener setia siapa yang pura-pura setia dan tiba-tiba punya pacar baru dengan singkatnya.

Mungkin segitu yang bisa gue ceritain tentang hikmah dari LDR yang pernah gue jalanin. Jadi buat mahasiswa baru yang takut buat ngejalanin LDR, silahkan berfikir dua kali. Gak selamanya LDR itu buruk selalu ada hikmahnya dari sebuah LDR. Dan, selamat bergalau ria!
Moral. Satu kata yang udah gue kenal semenjak gue belajar PKN waktu SD dulu. Gue bersyukur disaat gue sekolah dulu gue dapet pendidikan tentang moral baik dikelas maupun diluar kelas. Dan gue miris banget ketika tau sikap dari anak-anak kecil dijaman sekarang ini.

Gue gakmau memojokkan kalau media di Indonesia selalu membahas berita buruk di negerinya sendiri atau bahkan menggambarkan kalau Indonesia ini penuh dengan dosa. Tapi memang demikian adanya. Sebagai contoh, dijaman sekarang ini sebagian besar orang di Indonesia udah gak menganggap kalau seks adalah sesuatu yang tabu. Oke mungkin masih ada sebagian yang berusaha mengelak dan gue rasa mereka yang mengelak adalah orang yang terjebak kemunafikan. Di jaman orang tua gue dulu seks adalah sesuatu yang tabu dan pembicaraannya mungkin hanya bisa dilakukan didalam ruangan 3 x 3 meter. Tapi sekarang? Kita bisa liat sendiri gimana anak SMP bahkan udah tau bagaimana caranya berhubungan badan bahkan beberapa dari mereka udah mempraktekkannya dan mendapatkan hasilnya (Buah Hati). Satu kata didalam benak gue ketika gue baca berita itu. GILA!

Oke mungkin membicarakan tentang berita yang ada di media sudah terlalu jauh. Kembali ke diri sendiri. Sejak kapan kalian tahu seks atau sejak kapan kalian pertama kali melihat gambar/video dewasa? Silahkan simpan dalam hati sendiri dan renungkan.

Setelah gue memperhatikan kondisi sosial yang ada dimasyarakat beberapa tahun ini gue bisa mengambil kesimpulan cepat kalau bangsa ini mengalami degradasi moral. Iya gue menamakan degradasi moral karena gejala ini menggerogoti moral bangsa ini sampai bangsa ini menjadi bangsa yang amoral bahkan lebih mirip seperti binatang yang punya akal (itupun kalau akalnya masih sehat). Perkembangan teknologi dan modernisasi/globalisasi mungkin bisa menjadi salah satu alasannya. Terlebih gue memperhatikan dari pendidikan di negara ini yang sekedar mengejar nilai dan ilmu-ilmu eksak tanpa memperhatikan esensi dari pendidikan itu sebenarnya. Gue bisa ngomong kayak gitu karena gue merasakan sendiri rasanya sekolah yang cuma mengejar ilmu eksak tanpa memperhatikan moral.

Jadi, mau sampai kapan kita mengalami degradasi moral dan membiarkan arus menggerogoti moral kita? Apakah modernisasi dan perkembangan teknologi harus melunturkan moral kita juga? Entahlah, semuanya kembali ke diri kita masing-masing mau diapakan moral kita dan mau menjadi apakah kita, menjadi manusia yang memiliki moral atau binatang yang memiliki akal (yang belum tentu akal sehat).
Sekitar pertengahan tahun nanti gue masuk diumur yang ke 19 tahun. Yap, tahun depan gue bakal masuk ke umur 20 dan udah gak bisa lagi disebut "teenagers". Bisa dibilang cepet emang disaat gue masih berumur 18 tahun sekarang ini dan udah hampir menyelesaikan kuliah semester 4 gue. Tapi gue gak ngerasa demikian.

Disaat teman-teman gue yang lain fokus buat menata masa depannya atau bahkan menikmati masa mudanya yang kemudian dihabiskan dengan bersenang-senang. Gue juga demikian. Bedanya, gue masih dihantui perasaan tentang "siapa gue sebenarnya?". Ya kalo dipikir secara gampang semua bisa jawab, mahasiswa, anak muda dsb. tapi gue punya pertanyaan yang lebih spesifik dari sekedar "siapa gue sebenarnya?" yang masih belum bisa gue jawab sampe sekarang.

Gue udah berulang kali denger petuah dari banyak orang yang lebih dewasa yang gue temuin kalo masa muda adalah masanya mencari jati diri. Lalu gue punya pertanyaan dalam hati "seberapa lamakah masa muda itu?" dan setelah gue memahamin sikap setiap orang yang gue temuin gue punya jawabannya. Yaitu relatif. Terkadang ada orang yang disaat umur 17 tahun dia sudah mengakhiri masa mudanya dan menemukan jati dirinya dan bahkan ada orang yang terkurung dalam raga yang dewasa bahkan bisa dibilang tua tapi masih belum bisa menemukan jati dirinya alias belum mengakhiri masa mudanya.

Dan sampe sekarang semua pertanyaan itu selalu ada dipikiran gue setiap hari sampe sekarang. Jadi, siapa gue sebenarnya? Dan seberapa lama masa muda gue?". Suatu permasalahan yang gue sebut sebagai krisis identitas dimana gue masih bingung buat menjawab pertanyaan "siapa gue sebenarnya?". Pertanyaan yang sebagian orang pasti ngerasa itu pertanyaan bodoh dan kelewat gampang tapi sulit buat gue.

Belakangan ini gue berusaha semakin peka sama diri gue sendiri terlebih tentang sikap gue selama ini. Semua berawal pas gue ngeliat sosial media yang udah lama gak gue buka yaitu facebook. Di Facebook gue menemukan gue yang dulu. Gue yang masih penuh dengan kelabilan dan bisa dibilang kekanak-kanakan. Lalu kemudian gue berkaca apa gue masih sama seperti gue di facebook waktu itu? Lalu gue ini siapa sebenarnya? Well, pertanyaan yang sulit untuk ditemukan jawabannya sampai sekarang dan mungkin baru bisa gue jawab disaat masa muda gue udah habis nanti dan gue beranjak dewasa.

So, gue punya sedikit pesan buat kawan-kawan yang masih muda. Belajarlah peka, diawali dengan diri sendiri dan bertanya "siapakah gue?". Semoga kita semua tidak terjebak di masa muda dan bisa menemukan jati diri lebih cepat daripada yang lainnya. Dan yang terpenting jangan sampai mengalami krisis identitas. Karena masa muda itu indah sekaligus bisa membunuh.
Siapa yang tidak kenal dengan seorang wanita bernama Raden Ajeng Kartini? Semua orang pasti mengenal terutama wanita. Semua wanita pasti merasakan kalau Kartini adalah sosok pahlawan bagi kaumnya di Indonesia. Tanpa beliau mungkin kita tidak akan pernah melihat adanya wanita yang bertebaran dijalanan dengan pakaian kerja dan yang lebih ironi lagi mungkin tidak akan ada sosok berpakaian rok diruang kelas sekolah-sekolah di negeri ini.
Efek dari perjuangan Ibu Kartini juga terjadi di kehidupan gue. Iya, semenjak gue lahir nyokap sudah memutuskan jadi wanita karier. Bukan sesuatu yang ngebuat gue nyesel karena apa yang dia lakukan jelas berdampak buat kehidupan gue sekarang ini. Nyokap bener-bener bisa ngebantu keuangan keluarga selain pendapatan dari bokap yang sebenernya juga gue rasa udah mencukupi. Tapi bukannya semua orang berhak punya cita-cita? Nyokap selalu cerita kalo dia bener-bener pengen jadi wanita karier semenjak dia kecil. Well seenggaknya salah satu cita-cita itu sudah tercapai sekarang. Dan dengan keputusan nyokap juga rumah gue selalu diisi sama anggota keluarga tambahan yang biasa disebut pembantu. Sebuah konsekuensi dari cita-cita yang diidam-idamkan nyokap semenjak kecil.
Seiring berjalannya waktu disaat bokap mulai memasuki kepala empat yang diikuti oleh nyokap 4 tahun kemudian keadaan mulai berubah. Gue mulai merasakan kalau gue seakan punya dua ibu dirumah dan kondisi tersebut semakin terasa disaat gue memutuskan buat kuliah diluar kota dan pulang disaat libur. Hampir selalu disaat gue pulang orang yang menyambut pertama adalah pembantu gue. Bukan cuma itu, ada hal yang lebih gue rindukan disaat gue pulang yaitu masakan nyokap. Jujur, semenjak gue kuliah gak pernah lagi gue ngerasain apa yang disebut masakan ibu dan disaat gue pulang cuma masakan pembantu yang disajikan bukan masakan ibu. Gue bahkan lupa gimana caranya nyokap ngebuat nasi goreng yang selalu dinanti diakhir minggu atau makanan spesial di acara-acara besar seperti idul adha dan sebagainya.
Oke cukup bahas dampak buruknya, keputusan nyokap buat menjadi wanita karier juga punya dampak yang baik buat keluarga gue. Selain sisi finansial yang terbantu, nyokap juga jadi hebat dalam mengatur waktu supaya bisa jadi orang yang tetap dekat dengan anak-anaknya. Bahkan kalau gue ditanya siapa yang pertama kali diingat ketika disebut kata orang tua maka gue akan jawab ibu. Dia orang yang hebat, itu yang selalu ada dibenak gue disaat gue inget sosok nyokap. Disaat adik-adik gue beranjak dewasa dan gue mulai hijrah ke kota lain beliau tetep bisa dekat dengan anaknya dengan waktu yang sangat sedikit setiap harinya. Benar-benar sosok manusia yang sempurna sekalipun dia mulai melupakan kalau anaknya rindu racikan tangannya dalam meramu hidangan untuk keluarga.

Untuk ibu pesanku satu yaitu jangan kebablasan. Ibu Kartini memperjuangkan emansipasi bukan untuk mengalahkan laki-laki tapi untuk menyamaratakan hak perempuan dengan laki-laki. Selalu ingat dengan tugas utamamu. Rezeki bukan yang utama dan rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Untuk perempuan diluar sana hargailah perjuangan Ibu Kartini, manfaatkan apa yang sudah beliau perjuangkan dengan bijaksana. Selamat Hari Kartini untuk seluruh wanita di Indonesia.
Indonesia. Negeri yang begitu indah dengan hamparan lautan dan iklim tropis yang nyaman ditinggali. Indonesia bukan negara yang semerta-merta tumbuh menjadi negara yang mandiri dan merdeka dengan sendirinya. Negara ini membutuhkan waktu ratusan lamanya untuk terbebas dari belenggu penjajahan baik itu dari bangsa barat maupun saudara tua sesama asia. Perjuangan yang begitu lama membuat bangsa ini akhirnya mengerti tentang arti persatuan untuk mengalahkan para penjajah serta mengusir mereka kembali ke kampung halamannya. Persatuan, itulah kunci mengapa Indonesia bisa memproklamasikan kemerdekaannya serta bisa diakui sebagai negara yang berdaulat seperti sekarang ini.

Setelah merdeka bukan berarti cobaan itu berhenti. Angin berhembus semakin kencang cobaan datang semakin berat dari mulai mempertahankan kemerdekaan negara ini sampai mempertahankan keutuhan negaranya. Semakin bertumbuh dewasanya negara ini bukan berarti cobaan itu semakin sirna, negara ini kini dihadapkan oleh arah gerak yang sudah mulai tak tentu arahnya. Bangsa ini pun seakan lupa dengan bagaimana para pejuang dahulu kala berusaha menyatukan kekuatan untuk mengusir para penjajah keluar dari negeri tercinta ini. Yang ada di benak masyarakat kini hanya menjadi kaya, memuaskan nafsu dan mendapatkan kedudukan khususnya para petinggi negara yang memimpin kemana negara ini akan berlabuh. Iya berlabuh. Negara ini diibaratkan kapal yang sedang mengarungi lautan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Lantas apakah kondisi yang terjadi di negara kita sekarang ini benar-benar sedang mencapai tujuan yang diharapkan? Lalu kemanakah tujuan itu?

Mungkin sebagian orang mulai sadar dan bertanya di dalam hati "iya, kemanakah tujuan dari kapal (negara) ini akan berlabuh?". Kita mungkin bisa sedikit peduli dengan buku kecil yang dijual seharga 3000 rupiah (mungkin masih sekitar itu harganya) yang bernama UUD 1945 lalu kemudian membacanya secara perlahan dan mendalami isi didalamnya.

"...untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.." 
Setelah membaca tulisan tersebut mungkin kita mulai mengerti kemana tujuan dari kapal (negara) ini akan berlabuh. Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah kondisi negara kita sekarang ini sedang menuju kesana? Mari kita renungkan dalam hati sambil membaca perlahan tulisan tersebut. Dari yang dijabarkan dalam UUD 1945 diatas mungkin hanya poin ikut melaksanakan ketertiban dunia yang terasa sekarang ini selain itu mungkin hanya cita-cita yang masih digantungkan diatas langit dan entah sampai kapan akan diraih.

Cobalah kita sedikit peka dengan keadaan bangsa kita dimana para pemimpin diatas sana saling "membunuh" satu sama lain untuk mendapatkan apa yang mereka idam-idamkan. Jika para pemerintah yang notabene merupakan nakhoda dari kapal, yang bernama Indonesia, ini saling membunuh lantas apa kita masih pantas berharap untuk sampai ke tujuan utama kita? Well saya rasa negara ini sebaiknya merasakan lagi penjajahan secara riil agar bangsa ini benar-benar mengerti tentang arti dari persatuan yang amat sangat berharga dibandingkan harta, tahta dan hawa nafsu.
Sosial media, siapa sih yang gaktau kata-kata ini? Hampir semua orang punya yang namanya akun sosmed dari Path, Instagram sampe ke sosmed yang lawas banget kayak Friendster tetep masih ada penggunanya. Perkembangan sosmed sendiri berbanding lurus dengan kemajuan gadget dijama sekarang ini semakin lama gadget semakin canggih. Dari yang mulai pake tombol QWERTY sampe sekarang semakin terkenal gadget yang layar sentuh, alias touch screen kalo bahasa inggrisnya, yang gue rasa sebenernya terinspirasi dari cara orang memesan makanan di warteg (Warung Tegal).
Semakin berkembangnya sosial media tentu dilihat dari semakin banyak penggunanya dan menurut penelitian gue sendiri selama menggunaka gadget ada beberapa tipe orang-orang yang punya akun sosmed. Sekali lagi ini murni subyektif dari gue sendiri jadi maaf kalo ada yang tersinggung (ya sukur-sukur bisa nyadar dikit). Okey check this out.

1. Si Hobi Selfie
Orang tipe gini biasanya suka banget sama akun-akun yang tujuan utamanya upload gambar kayak Instagram atau We Heart It (CMIIW). Postingannya? Jangan tanya. Hampir semua isi dari postingannya dia dijamin mukanya dia sendiri. Tipe ini biasanya bisa selfie sampai 100 kali per detik (ini asli gue ngarang) dan yang lebih hebatnya lagi tipe orang ini bisa berubah ekspresi ribuan kali dalam sekali sesi foto, gue sendiri gak paham kenapa mukanya mesti diganti-ganti gitu ekspresinya mungkin dia mau sekalian senam muka sambil selfie atau mungkin mukanya gatel gara-gara kena dampak kerasnya kehidupan. Kalo lo nemuin orang tipe ini siap-siap tercengang dengan isi postingannya di Instagram, bisa-bisa dia punya postingan puluhan ribu yang isinya muka dia semua dengan berbagai ekspresi.

2. Si Hobi Pamer
Sebelumnya maaf gue gak ada maksud buat ngejelekin orang tipe ini tapi ya emang begitu adanya. Orang ini biasanya kayak kutu loncat. Seharian bisa pindah kemana aja kayak kutu loncat dan selalu update dimana dia berada. Orang tipe ini biasanya pake sosmed kayak Path, Foursquare (ini sosmed juga gak ya?) atau sosmed lainnya yang bisa update tempat. Setelah update lokasi biasanya orang tipe ini juga suka pamer apa yang dia lakukan disitu. Misal, akun Path bernama NiaChaYankAbankChelalu, atau lebih akrab disapa mawar, lagi di suatu mall di daerah Bekasi yang berinisial Summarecon Mall Bekasi. Lalu kemudian disana dia sedang ngasih makan buaya. Setelah update lokasi biasanya orang ini juga update foto waktu dia makan bareng buaya, foto bareng buaya, tidur bareng buaya dan yang terakhir dia dimakan buaya. Kasihan Mawar. Well, tipe orang yang satu ini udah banyak banget di Indonesia jadi ya harap maklum.

3. Si Hobi Galau
Ini tipe yang mulai banyak menghinggapi sebagian besar anak muda di Indonesia. Gue sendiri gak paham kapan awal mula penyakit bernama galau menghinggapi sebagian besar anak muda di Indonesia. Yang jelas hampir semua anak muda pernah ngerasain yang namanya galau. Orang tipe ini biasanya suka nongol di Twitter, Facebook atau halaman depan surat kabar terkemuka. Isi postingannya? Biasanya sih orang tipe ini suka ngeretweet akun-akun yang gue gak ngerti siapa adminnya yang jelas isinya pasti ekspresi kegalauannya. Dan jangan heran biasanya tipe ini menghabiskan kehidupannya seharian didepan handphonenya buat tunggu updatean kata-kata galau berikutnya. Tapi awas jangan sering becanda kelewatan sama orang tipe ini, biasanya orang tipe ini suka senggol bacok. Jadi misalkan dia lagi galau akut trus tiba-tiba elo gangguin dia atau isengin dia bisa jadi elo bakal dibookingin tanah 2X1 Meter sama dia.

4. Si Kudet
Ini dia tipe yang suka bikin gue agak heran. Setau gue tujuan dari penggunaan sosial media adalah supaya orang bisa selalu update sama kondisi sekitar atau berita-berita terkini. Tapi tipe orang yang satu ini biasanya punya akun di berbagai sosial media tapi jarang banget posting apapun bahkan kadang dia lupa sama password tiap akun sosmednya. Kadang gue ngayal kalo sosmed itu ibarat kamar dan dia jarang datengin mungkin akun sosmednya dia sekarang penuh dengan jaring laba-laba dan debu yang tebalnya bisa melebihi lutut orang dewasa.

Well mungkin segitu dulu yang bisa gue ceritain. Mungkin bakal gue update lagi kalo nanti kalo gue udah nemu tipe-tipe orang berikutnya. Pesan gue, gunakan sosmed lo sebaik mungkin dan jangan disalahgunakan karena kejahatan bukan hanya karena ada niat pelakunya tapi juga karena ada kesempatan, waspadalah waspadalah!
"Lima tahun sekali, janji seribu janji. Lima tahun sekali, awas tertipu lagi!!" Sebuah petikan lagu dari salah satu band bergenre grunge rock asal Jakarta bernama Besok Bubar. Lagu yang benar-benar mengkritik bagaimana demokrasi berjalan di negeri ini. Bukan tanpa alasan kenapa band yang memang biasa membuat lagu dengan tema kritik sosial ini mengangkat tema Pemilu yang merupakan pembuktian dari kata demokrasi yang didengung-dengungkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Lantas, benarkah kita sudah mencapai demokrasi yang sesungguhnya?

Kembali kepada kata "demokrasi" yang berasal dari kata "demos" dan "kratos". Secara keseluruhan berarti pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Apakah benar semua yang kita rasakan ini benar-benar dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat? Saya rasa tidak. Masih ingat ada berapa banyak kasus korupsi yang mulai terungkap satu persatu? Masih ingat tentang pengkhianatan dari pemerintah yang merelakan sumber daya alamnya dikuras habis oleh para investor asing? Masih ingat tentang banyaknya regulasi pemerintah yang hanya menguntungkan segelintir masyarakat? Jadi, apakah kita masih bisa menyebut negara kita ini negara yang berdemokrasi?

Okey, cukup menyudutkan pemerintahnya. Dibalik carut marutnya kondisi negara kita, ada beberapa poin yang bisa membuat rakyat setidaknya merasa sedikit "bahagia" dengan kondisi Indonesia pasca orde baru yang kebanyakan disebut orang sebagai era reformasi. Kebebasan berpendapat, kebebasan bersuara. Itulah yang benar-benar menjadi perbedaan antara masa orde baru dan reformasi sekarang ini. Lantas apakah dengan kebebasan bersuara dan berpendapat ini membuat negara ini menjadi lebih maju? Masih ingat dengan maraknya kasus kerusuhan yang terjadi dimanapun saat terjadi demonstrasi? Masih ingat betapa chaosnya kondisi dibeberapa wilayah di Indonesia ketika para wakil rakyat berdebat tentang keputusan menaikkan BBM? Jadi apakah kebebasan berpendapat dan bersuara benar-benar bisa mengubah bangsa ini dan membawa Indonesia menjadi negara dengan prinsip demokrasi sesungguhnya?

Baiklah, cukup dengan semua pertanyaan tadi. Bulan ini, tepatnya tanggal 9 April, akan menjadi hari yang menentukan bagaimana nasib bangsa ini 5 tahun kedepan. Inilah pesta demokrasi terakbar yang benar-benar menggambarkan bagaimana demokrasi yang sesungguhnya. Terlepas dari banyaknya kecurangan yang dilakukan oleh para calon legislatif, para calon wakil rakyat, para calon pemerintah, sudah saatnya kita sadar bahwa inilah waktunya kita berpartisipasi untuk mengubah keadaan bangsa ini dengan memilih orang-orang yang tepat untuk membawa negara ini menjadi lebih baik kedepannya. Pilihlah sebijak mungkin semoga kita tidak benar-benar merasa "tertipu" lagi dengan pilihan kita kedepannya. Awas!