Secangkir kopi
susu hangat menemaniku malam itu. Secangkir kopi, sebuah kenikmatan yang sudah
lama kurindukan, maklum penyakitku ini membuat lambungku tidak toleran terhadap
minuman berkafein seperti kopi, tapi untuk malam itu aku melawan, aku tidak mau
dikalahkan oleh penyakit.
Malam semakin
gelap, bulan semakin menyala dan terlihat bulat sekali malam itu dan aku masih
memikirkan hal, atau mungkin lebih tepat disebut seseorang, yang sama malam
itu. Memandangi bulan adalah salah satu caraku untuk berkomunikasi dengan Sang
Maha Pencipta sambil mengagumi keindahannya yang paling sederhana yaitu langit
malam yang cerah. Bulan seakan ingin mengajakku untuk datang kesana dan menyapa
seseorang yang aku rindukan meskipun hanya melambaikan tangan sambil berkata “hai”
kepadanya. Ah suasana yang begitu syahdu malam itu, aku bahkan tidak ingin
cepat-cepat beranjak malam itu, aku ingin lebih lama bisa merasakan menyapa
seseorang yang aku rindukan. Tapi apa daya, tubuhku tidaklah sekuat Silvester
Stallone, angin malam bahkan bisa membuatku sakit hingga berhari-hari lamanya.
Berbaring di ranjang bukan berarti aku berhenti memikirkan hal tersebut. Aku masih tertuju
pada langit-langit kamarku, yang kebetulan tersedia kaca untuk memandangi
langit malam, merindukan seseorang yang sudah lama menemaniku. Aku tahu merindu
bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh setiap pasangan, tapi tanpa merindu aku
seperti tidak merasakan sensasi dari sebuah cinta. Malam itu rinduku sudah luar
biasa memuncak, aku hanya bisa berdoa untuk sebuah kebaikan.
Aku tidak pernah
mengerti kenapa aku suka merasakan hal ini. Buatku merindu adalah suatu yang
candu sangat menarik. Aku bisa mengatakan menarik karena aku merasa hidupku
sangat datar jika tidak merindu dan malam itu aku berhasil merindu. Aku mengerti
kenapa elektrokardiogram yang menunjukkan garis datar mengartikan kalau si
pasien sudah tiada, karena menurutku itu sama dengan kehidupan. Ketika aku
merasa kehidupanku datar maka aku merasa sudah tiada, namun ketika aku merasa
kehidupanku mulai naik turun disaat itulah aku merasa hidup. Merindu membuatku
merasa hidup.
Merindu, aku
seakan tidak bisa berhenti merindu. Aku bahkan tidak ingin menghindari merindu,
karena aku tahu setelah aku merindu sebuah pertemuan akan terasa lebih bermakna
dan berharga. Merindu, ah aku suka merindu.
0 comments:
Post a Comment