Malam itu Kota Batu sangat ramai, sudah bukan pemandangan yang langka dimana setiap malam minggu batu selalu dibanjiri pengunjung. Cuaca yang dingin membuatku harus menggunakan jaket tebal dan malam itu aku bersama teman-temanku datang ke salah satu tempat yang pasti dikunjungi oleh semua wisatawan untuk sekedar duduk bersantai sambil menikmati ketan dengan aneka rasa. Tapi sebentar, ada salah satu pemandangan yang tak biasa kala itu, aku melihat sebuah panggung ditengah jalan ditambah kerumunan orang yang melingkar seperti ada sesuatu yang menarik. Sinar lampu blitz kamera pun menjadi pemandangan yang tak lumrah di kerumunan itu. Aku berusaha mendekat dan mencari tahu apa yang sedang terjadi, ketika aku memasuki kerumunan tersebut ternyata ada salah satu calon presiden yang sedang berkampanye dan menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu warung ketan yang sangat terkenal di batu malam itu. Dan aku juga berada di warung yang sama.

Kejadian itu tidak membuat aku dan teman-temanku diam dan cuek dengan apa yang terjadi temanku langsung mengambil kamera SLR yang dibawanya untuk sekedar mengabadikan momen bersama calon presiden tersebut, maklum sangat jarang seorang calon presiden bisa datang dan berada dikerumunan masyarakat seperti kami tanpa pengawalan yang ketat. Dan temanku berhasil mendapatkan foto tersebut.

 ***

Hari ini tanggal 20 oktober tahun 2014. Sudah saatnya pelantikan tersebut terjadi dan dihari ini Indonesia punya presiden baru. Aku rasa mulai keesokan harinya banyak sekolah-sekolah dan instansi-instansi yang mulai berusaha berburu foto presiden dan wakil presiden baru di negeri ini. Sebuah harapan baru jelas berada dipundak presiden baru, maklum baru sekali ini Indonesia punya presiden dengan latar belakang yang agak berbeda dari presiden lainnya. Jika sebelum-sebelumnya presiden indonesia berasal dari TNI atau keluarga-keluarga ningrat lainnya kali ini presiden indonesia berasal dari masyarakat sipil yang pernah merasakan kerasnya kehidupan bantaran kali. Well, nasib dan takdir manusia memang tidak ada yang tahu, tapi percayalah harapan akan tetap ada. Maka jangan berhenti bermimpi!


Selamat bekerja presidenku!
Secangkir kopi susu hangat menemaniku malam itu. Secangkir kopi, sebuah kenikmatan yang sudah lama kurindukan, maklum penyakitku ini membuat lambungku tidak toleran terhadap minuman berkafein seperti kopi, tapi untuk malam itu aku melawan, aku tidak mau dikalahkan oleh penyakit.

Malam semakin gelap, bulan semakin menyala dan terlihat bulat sekali malam itu dan aku masih memikirkan hal, atau mungkin lebih tepat disebut seseorang, yang sama malam itu. Memandangi bulan adalah salah satu caraku untuk berkomunikasi dengan Sang Maha Pencipta sambil mengagumi keindahannya yang paling sederhana yaitu langit malam yang cerah. Bulan seakan ingin mengajakku untuk datang kesana dan menyapa seseorang yang aku rindukan meskipun hanya melambaikan tangan sambil berkata “hai” kepadanya. Ah suasana yang begitu syahdu malam itu, aku bahkan tidak ingin cepat-cepat beranjak malam itu, aku ingin lebih lama bisa merasakan menyapa seseorang yang aku rindukan. Tapi apa daya, tubuhku tidaklah sekuat Silvester Stallone, angin malam bahkan bisa membuatku sakit hingga berhari-hari lamanya.

Berbaring di ranjang bukan berarti aku berhenti memikirkan hal tersebut. Aku masih tertuju pada langit-langit kamarku, yang kebetulan tersedia kaca untuk memandangi langit malam, merindukan seseorang yang sudah lama menemaniku. Aku tahu merindu bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh setiap pasangan, tapi tanpa merindu aku seperti tidak merasakan sensasi dari sebuah cinta. Malam itu rinduku sudah luar biasa memuncak, aku hanya bisa berdoa untuk sebuah kebaikan.

Aku tidak pernah mengerti kenapa aku suka merasakan hal ini. Buatku merindu adalah suatu yang candu sangat menarik. Aku bisa mengatakan menarik karena aku merasa hidupku sangat datar jika tidak merindu dan malam itu aku berhasil merindu. Aku mengerti kenapa elektrokardiogram yang menunjukkan garis datar mengartikan kalau si pasien sudah tiada, karena menurutku itu sama dengan kehidupan. Ketika aku merasa kehidupanku datar maka aku merasa sudah tiada, namun ketika aku merasa kehidupanku mulai naik turun disaat itulah aku merasa hidup. Merindu membuatku merasa hidup.


Merindu, aku seakan tidak bisa berhenti merindu. Aku bahkan tidak ingin menghindari merindu, karena aku tahu setelah aku merindu sebuah pertemuan akan terasa lebih bermakna dan berharga. Merindu, ah aku suka merindu.