Siapa yang tidak kenal
dengan seorang wanita bernama Raden Ajeng Kartini? Semua orang pasti mengenal
terutama wanita. Semua wanita pasti merasakan kalau Kartini adalah sosok
pahlawan bagi kaumnya di Indonesia. Tanpa beliau mungkin kita tidak akan pernah
melihat adanya wanita yang bertebaran dijalanan dengan pakaian kerja dan yang
lebih ironi lagi mungkin tidak akan ada sosok berpakaian rok diruang kelas
sekolah-sekolah di negeri ini.
Efek dari perjuangan Ibu
Kartini juga terjadi di kehidupan gue. Iya, semenjak gue lahir nyokap sudah
memutuskan jadi wanita karier. Bukan sesuatu yang ngebuat gue nyesel karena apa
yang dia lakukan jelas berdampak buat kehidupan gue sekarang ini. Nyokap
bener-bener bisa ngebantu keuangan keluarga selain pendapatan dari bokap yang
sebenernya juga gue rasa udah mencukupi. Tapi bukannya semua orang berhak punya
cita-cita? Nyokap selalu cerita kalo dia bener-bener pengen jadi wanita karier
semenjak dia kecil. Well seenggaknya salah satu cita-cita itu sudah tercapai
sekarang. Dan dengan keputusan nyokap juga rumah gue selalu diisi sama anggota
keluarga tambahan yang biasa disebut pembantu. Sebuah konsekuensi dari
cita-cita yang diidam-idamkan nyokap semenjak kecil.
Seiring berjalannya waktu
disaat bokap mulai memasuki kepala empat yang diikuti oleh nyokap 4 tahun
kemudian keadaan mulai berubah. Gue mulai merasakan kalau gue seakan punya dua
ibu dirumah dan kondisi tersebut semakin terasa disaat gue memutuskan buat
kuliah diluar kota dan pulang disaat libur. Hampir selalu disaat gue pulang
orang yang menyambut pertama adalah pembantu gue. Bukan cuma itu, ada hal yang
lebih gue rindukan disaat gue pulang yaitu masakan nyokap. Jujur, semenjak gue
kuliah gak pernah lagi gue ngerasain apa yang disebut masakan ibu dan disaat
gue pulang cuma masakan pembantu yang disajikan bukan masakan ibu. Gue bahkan
lupa gimana caranya nyokap ngebuat nasi goreng yang selalu dinanti diakhir
minggu atau makanan spesial di acara-acara besar seperti idul adha dan
sebagainya.
Oke cukup bahas dampak
buruknya, keputusan nyokap buat menjadi wanita karier juga punya dampak yang
baik buat keluarga gue. Selain sisi finansial yang terbantu, nyokap juga jadi
hebat dalam mengatur waktu supaya bisa jadi orang yang tetap dekat dengan
anak-anaknya. Bahkan kalau gue ditanya siapa yang pertama kali diingat ketika
disebut kata orang tua maka gue akan jawab ibu. Dia orang yang hebat, itu yang
selalu ada dibenak gue disaat gue inget sosok nyokap. Disaat adik-adik gue
beranjak dewasa dan gue mulai hijrah ke kota lain beliau tetep bisa dekat
dengan anaknya dengan waktu yang sangat sedikit setiap harinya. Benar-benar
sosok manusia yang sempurna sekalipun dia mulai melupakan kalau anaknya rindu
racikan tangannya dalam meramu hidangan untuk keluarga.
Untuk ibu pesanku satu
yaitu jangan kebablasan. Ibu Kartini memperjuangkan emansipasi bukan untuk
mengalahkan laki-laki tapi untuk menyamaratakan hak perempuan dengan laki-laki.
Selalu ingat dengan tugas utamamu. Rezeki bukan yang utama dan rezeki sudah
diatur oleh Allah SWT. Untuk perempuan diluar sana hargailah perjuangan Ibu
Kartini, manfaatkan apa yang sudah beliau perjuangkan dengan bijaksana. Selamat
Hari Kartini untuk seluruh wanita di Indonesia.